Mitos 1: Matematika adalah ilmu yang sulit
Ada anggapan, hanya orang dengan IQ tertentu yang mampu memahami matematika. Ini jelas menyesatkan. Meskipun bukan ilmu yang mudah, Matematika sebenarnya merupakan ilmu yang relatif tidak lebih sulit jika dibandingkan dengan ilmu lainnya. Soal matematika terasa sulit karena kita tidak memahami konsep dasarnya. Seperti yang kita ketahui, Matematika merupakan ilmu yang terus berkisinambungan mulai dari TK hingga SMA. Jika ada mata rantai yang putus, berarti ada konsep yang hilang. Padahal konsep tersebut merupakan prasyarat untuk belajar Matematika lebih lanjut. Sebagai contoh, untuk menganalisis dan menghitung diperlukan pemahaman konsep bilangan dan ukuran. Pekerjaan menganalisis dan menghitung menjadi hal yang lebih mudah dan menyenangkan jika konsep yang mendasarinya dikuasai.
Mitos 2: Matematika identik dengan menghafal banyak rumus
Mitos ini menjadikan kita malas mempelajari matematika dan akhirnya tidak mengerti apa-apa tentang Matematika. Rumus Matematika tidak ada gunanya tanpa pemahaman konsep. Rumus yang sudah dihafal tidak akan bermanfaat ketika konsep belum dipahhami. Seseorang yang hafal rumus tidak akan mampu menjawab sebuah soal apabila tidak mampu memodelkan soal tersebut ke dalam rumus yang dihafalnya. Sesungguhnya, hanya sedikit rumus Matematika yang perlu (tapi tidak harus) dihafal, sedangkan sebagian besar rumus lain tidak perlu dihafal, melainkan cukup dimengerti konsepnya. Salah satu contoh, jika kita mengerti konsep anatomi bentuk irisan kerucut, maka lebih dari 90 persen rumus-rumus irisan kerucut tidak perlu dihafal.
Mitos 3: Matematika identik dengan kecepatan menghitung
Tidak dapat dipungkiri, menghitung merupakan bagian tak terpisahkan dai Matematika. Namun demikian, kemampuan menghitung secara cepat bukanlah hal terpenting dalam Matematika. Yang terpenting adalah pemahaman konsep. Melalui pemahaman konsep, kita akan mampu melakukan penalaran terhadap permasalahan untuk kemudian mengubahnya kedalam model matematisasi
Jika permasalahan sudah tersaji dalam bentuk matematisasi, baru kemampuan menghitung diperlukan. Itupun bukan sebagai sesuatu yang mutlak karena saat ini telah banyak alat bantu menghitung seperti kalkulator dan komputer. Jadi, mitos ini perlu diluruskan. Yang lebih tepat, Matematika selalu berhubungan dengan pemahaman dan penalaran
Mitos 4: Matematika itu abstrak, tidak realistis
Mitos ini benar-benar sesat. Fakta menunjukan bahwa Matematika sangat realistis. Matematika merupakan bentuk analogi dari realita sehari-hari. Contoh paling sederhana adalah solusi dari Leonhard Euler, matematikawan Prancis, terhadap masalah Jembatan Konisberg (agan bisa googling). Selain itu, hampir di semua sektor, teknologi, ekonomi, dan bahkan sosial, Matematika berperan secara signifikan. Smart Robot yang mampu berpikir berisikan program yang didasarkan pada konsep Fuzzy Matematika. Hitungan aerodinamis pesawat terbang juga dilandaskan pada konsep Matematika, geometri, dan kalkulus. Hmapir semua teori ekonomi dan perbankan modern diciptakan melalui Matematika
Mitos 5: Matematika adalah ilmu yang membosankan, kaku, dan tidak rekreatif
Anggapan ini jelas keliru. Meeskipun pemecahan masalah Matematika terasa eksak, tidak berarti matematika kaku dan membosankan. Meskipun jawaban yang benar dari masalah Matematika hanya (tunggal), cara atau metode menyelesaikan masalah matematika sebenarnya sangat bermacam-macam. Sebagai contoh, untuk membuktikan kebenaran teorema Pythagoras, dapat menggunakan banyak cara. bahkan menurut pakar matematika, Bana G. Kartasasmita, hingga saat ini sudah ada 17 cara untuk membuktikan teorema Pythagoras. Matematika juga rekreatif dan menyenangkan. Albert Einstein, menganggap Matematika sebagai senjata utamanya dalam merumuskan konsep Relativitas. Einstein menyukai Matematika ketika pamannya menjelaskan bahwa prosedur kerja Matematika mirip dengan cara kerja detektif, cara kerja yang sangat disukainya sejak kecil. Kalau kita mengetahui, cara kerja Matematika tak ubahnya seperti sebuah game yang seru.
readmore »»
Ada anggapan, hanya orang dengan IQ tertentu yang mampu memahami matematika. Ini jelas menyesatkan. Meskipun bukan ilmu yang mudah, Matematika sebenarnya merupakan ilmu yang relatif tidak lebih sulit jika dibandingkan dengan ilmu lainnya. Soal matematika terasa sulit karena kita tidak memahami konsep dasarnya. Seperti yang kita ketahui, Matematika merupakan ilmu yang terus berkisinambungan mulai dari TK hingga SMA. Jika ada mata rantai yang putus, berarti ada konsep yang hilang. Padahal konsep tersebut merupakan prasyarat untuk belajar Matematika lebih lanjut. Sebagai contoh, untuk menganalisis dan menghitung diperlukan pemahaman konsep bilangan dan ukuran. Pekerjaan menganalisis dan menghitung menjadi hal yang lebih mudah dan menyenangkan jika konsep yang mendasarinya dikuasai.
Mitos 2: Matematika identik dengan menghafal banyak rumus
Mitos ini menjadikan kita malas mempelajari matematika dan akhirnya tidak mengerti apa-apa tentang Matematika. Rumus Matematika tidak ada gunanya tanpa pemahaman konsep. Rumus yang sudah dihafal tidak akan bermanfaat ketika konsep belum dipahhami. Seseorang yang hafal rumus tidak akan mampu menjawab sebuah soal apabila tidak mampu memodelkan soal tersebut ke dalam rumus yang dihafalnya. Sesungguhnya, hanya sedikit rumus Matematika yang perlu (tapi tidak harus) dihafal, sedangkan sebagian besar rumus lain tidak perlu dihafal, melainkan cukup dimengerti konsepnya. Salah satu contoh, jika kita mengerti konsep anatomi bentuk irisan kerucut, maka lebih dari 90 persen rumus-rumus irisan kerucut tidak perlu dihafal.
Mitos 3: Matematika identik dengan kecepatan menghitung
Tidak dapat dipungkiri, menghitung merupakan bagian tak terpisahkan dai Matematika. Namun demikian, kemampuan menghitung secara cepat bukanlah hal terpenting dalam Matematika. Yang terpenting adalah pemahaman konsep. Melalui pemahaman konsep, kita akan mampu melakukan penalaran terhadap permasalahan untuk kemudian mengubahnya kedalam model matematisasi
Jika permasalahan sudah tersaji dalam bentuk matematisasi, baru kemampuan menghitung diperlukan. Itupun bukan sebagai sesuatu yang mutlak karena saat ini telah banyak alat bantu menghitung seperti kalkulator dan komputer. Jadi, mitos ini perlu diluruskan. Yang lebih tepat, Matematika selalu berhubungan dengan pemahaman dan penalaran
Mitos 4: Matematika itu abstrak, tidak realistis
Mitos ini benar-benar sesat. Fakta menunjukan bahwa Matematika sangat realistis. Matematika merupakan bentuk analogi dari realita sehari-hari. Contoh paling sederhana adalah solusi dari Leonhard Euler, matematikawan Prancis, terhadap masalah Jembatan Konisberg (agan bisa googling). Selain itu, hampir di semua sektor, teknologi, ekonomi, dan bahkan sosial, Matematika berperan secara signifikan. Smart Robot yang mampu berpikir berisikan program yang didasarkan pada konsep Fuzzy Matematika. Hitungan aerodinamis pesawat terbang juga dilandaskan pada konsep Matematika, geometri, dan kalkulus. Hmapir semua teori ekonomi dan perbankan modern diciptakan melalui Matematika
Mitos 5: Matematika adalah ilmu yang membosankan, kaku, dan tidak rekreatif
Anggapan ini jelas keliru. Meeskipun pemecahan masalah Matematika terasa eksak, tidak berarti matematika kaku dan membosankan. Meskipun jawaban yang benar dari masalah Matematika hanya (tunggal), cara atau metode menyelesaikan masalah matematika sebenarnya sangat bermacam-macam. Sebagai contoh, untuk membuktikan kebenaran teorema Pythagoras, dapat menggunakan banyak cara. bahkan menurut pakar matematika, Bana G. Kartasasmita, hingga saat ini sudah ada 17 cara untuk membuktikan teorema Pythagoras. Matematika juga rekreatif dan menyenangkan. Albert Einstein, menganggap Matematika sebagai senjata utamanya dalam merumuskan konsep Relativitas. Einstein menyukai Matematika ketika pamannya menjelaskan bahwa prosedur kerja Matematika mirip dengan cara kerja detektif, cara kerja yang sangat disukainya sejak kecil. Kalau kita mengetahui, cara kerja Matematika tak ubahnya seperti sebuah game yang seru.