……………
Quincy dan Shinigami, dua kubu yang kini masih mengibarkan panji-panji perangnya. Tak ada maksud dari keduanya untuk mengalah. Terus maju adalah pilihan satu-satunya yang mereka pilih. Tentu saja dengan pengorbanan nyawa diantara keduanya. Kematian dibalas kematian, begitulah yang terjadi. Tak memandang Taichou, Sternritter, semuanya sudah siap dengan nyawa mereka.
Rukia, yang baru saja menginjakkan kakinya di Soul Society, setelah menyelamatkan Rose Taichou dan Kensei Taichou, kini gilirannya yang harus berhadapan dengan sang musuh. Sang Sternritter F, The Fear, Quincy yang hamper saja mencabut nyawa Byakuya, Quincy yang telah menginjak harga diri Byakuya yang seorang bangsawan.
Pembalasan dendam….
Mungkin bisa dikatakan begitu….
As Nodt mengerti akan lawan yang ada di hadapannya. Karena itulah serangan demi serangan dia lancarkan pada Rukia. Hingga pada akhirnya perempuan mungil itu terkena salah satu serangan As Nodt. Tubuh Rukia bergetar, bahkan tangannya saja sampai tak mampu untuk menggenggam gagang Sode no Shirayuki.
Tapi….
“Jadi ini... Rasa takut...” Ucap Rukia dengan suara parau. “Kalau begitu... Apa ketakutanmu?”
As Nodt diam sesaat, dia merasa ada yang salah dengan lawannya.
“...Apa?” Sang Sternritter itu tidak menjawab. Dia bertanya pada dirinya sendiri, apa yang sedang terjadi pada musuhnya.
“Apa kau takut "Ketakutan"mu tak berpengaruh bagi seseorang?” Ucap Rukia. Walau tidak lantang, suaranya penuh dengan ancaman. Tidak, dia tidak dengan mengingau, dia memang telah dikuasai oleh ketakutan. Ketakutan yang sama yang telah menguasai kakaknya, ketakutan yang hampir merenggut nyawa kakaknya.
Namun ketakutan itu tak sama sekali tak bisa menguasai hatinya. Hatinya telah beku, tak akan termakan oleh serangan licik seperti ini, Kaien telah mengajarinya.
“"Rasa takut"... Tidak mempan?” Ucap As Nodt dengan suara tertatih. Kepala semakin miring seakan otaknya tak mampu mengangkat beban pikirannya. Matanya membelalak lebar, wajahnya masih tanpa ekspresi, walau begitu gurata-guratan samar bisa terlihat di wajah penasarannya.
“Mustahil…”
Tangan Ruaki mulai bergerak, tak cukup lancer awalanya. Namun, beberapa detik kemudian, tubuhnya yang kaku kembali pada keadaannya yang semua. Tangannya kembali mampu untuk menggenggam zanpakutounya.
“Kalau menurutmu itu mustahil, coba tusuk aku lagi dengan durimu.” Tantang Rukia. Tangannya dia angkat, mengacungkan zanpakutou putihnya. “Lihat dan takutlah. Ini adalah kekuatan sesungguhnya Sode no Shirayuki.”
Entah karena termakan oleh ucapan Rukia, memang karena ketakutan memang tak berpengaruh pada Sternritter ini. Tangannya lamgsung terayun, pendaran reishi kembali terbentuk, duri-duri tajam langsung meluncur tepat ke arah Rukia. Tak seperti sebelumnya, Rukia tak mengelak. Tangan kosongnya menerima langsung serangan itu. Cipratan cairan hitam kental membasahi telapak tangan Rukia.
“"Coba tusuk aku lagi dengan durimu"?” Ucap As Nodt mengulangi ucapan Rukia. “Lucu sekali bicaramu itu, mengingat kau mencoba menghindarinya sampai beberapa saat lalu.”
Namun, tak semua duri-duri tajam itu mencapai sosok Rukia, dengan kemampuan shikainya, sebagian besar gumpalan reishi itu berhasil Rukia bekukan.
“Kau benar!” Ucapan Rukia menimpal. Sangat dingin, sedingin es yang berjatuhan dari tangannya. “Walau aku bisa menggunakan kekuatan sesungguhnya Sode no Shirayuki, tubuhku perlu waktu untuk terbiasa. Jadi aku tak boleh sampai terkena seranganmu.”
“Menurutmu seranganku bisa dihentikan cuma dengan dibekukan?” Ucap As Nodt, masih tanpa ekspresi. Namun, bila mulutnya tak tertutup oleh kain hitam itu, sunggingan lebar pasti terlihat jelas di sana. “Sudah kubilang "Rasa takut" tak bisa dihentikan dengan es. Rasa takut tidak menyerap masuk dari goresan luka. Cukup bersentuhan dengan kulitmu saja, dia akan menyelimuti sekujur tubuh—”
“—Mustahil bisa dihentikan.”
Suara As Nodt tiba-tiba meninggi, walaupun tak menggelegar, suara lelakinya cukup untuk menciptakan sebuah ancaman. Tangannya dia angkat, memberi petunjuk pada sang Musuh kalau dirinyalah yang paling terbebas dari rasa takut itu.
“Setiap orang punya hal yang membuat mereka merasa aman dan merasa takut. Di tempat yang membuat mereka merasa aman, bila ditanya apa sebabnya, mereka selalu menjawab "tidak tahu".” Lanjut As Nodt. “Tapi di tempat yang membuat mereka takut, bahkan orang yang paling tolol pun tahu kenapa. "Gelap", "dingin", "sempit", "menyakitkan", "menjijikan". Mereka menjelaskan apa sebab ketakutan mereka.”
Kakinya tak melangkah, namun pandangan matanya yang mengarah ke Rukia seakan merangkak dengan membawa belati, seakan menngancam untuk menusuk Rukia. Mengancam agar kepala perempuan wakil kapten itu terisi oleh ketakutannya.
“Kalau diselidiki lebih jauh, semua "rasa aman" terkait dengan "kehidupan", dan "rasa takut" dengan "kematian". Orang yang mungkin tak tahu "alasan mereka untuk hidup" bisa menjabarkan dengan jelas "alasan kenapa mereka tak mau mati". Bukan hanya makhluk yang punya akal saja. Tapi semua makhluk hidup punya insting untuk menghindari "kematian", untuk "merasa takut".” Suara As Nodt kini semakin tegas. Sangat jelas bisa dibalik setiap ucapannya adalah sebuah ancaman untuk Rukia. “Semua makhluk hidup, hidup untuk lari dari rasa takut, menjadi lebih kuat untuk lari dari rasa takut, tumbuh besar untuk lari dari rasa takut—”
“—Mustahil kau tak merasa takut, selama kau masih hidup.”
Mata As Nodt membelalak tajam, seakan kini sebilah pisau yang tertuju pada Rukia menjadi ribuan pedang yang sudah terasah tajam, siap untuk menusuk tubuh sang musuh.
“...Benar.” Jawab Rukia pelan. “Karena itulah "Rasa takut" tidak mempan bagiku, paham?”
Terdiam, butuh beberapa waktu bagi otak As Nodt untuk mencerna ucapan Rukia. Dia piker Rukia sudah termakan oleh rasa takutnya. Dia pikir kepala Rukia tertunduk hanya karena penuh karena rasa takutnya,
“Maksudku, saat ini aku bukan lagi makhluk hidup.” Ucap Rukia dingin, kepalanya terangkat. Matanya melawan beradu pandang dengan mata As Nodt. Namun Rukia sama sekali tak gentar, seakan dinding es tebal tercipta di depannya, menghalau semua tusukan pedang As Nodt.
“Apa maksudmu?” Sedikit rasa gentar samar-samar terdengar dari suara As Nodt.
“Sode no Shirayuki tidak memancarkan embun beku dari ujungnya. Yang dilakukannya adalah mengubah suhu tubuh pemiliknya ke bawah nol derajat. Apapun yang disentuhnya membeku.” Perlahan, terlihat perubahan mencolok di tubuh Rukia. Pipinya tiba-tiba tertutup oleh es, kacamatanya retak karena tak bisa menahan dingin. lantai yang dia pijak kini terlapisi oleh es tipis. Apapun yang ada di sekitarnya, kini merubah menjadi es. “Pedang ini cuma perpanjangan tangan dari jarak pembekuannya.”
“Omong kosong.” As Nodt mencoba untuk menyangkal. “Kalau suhu tubuhmu di bawah nol, molekul tubuhmu akan berhenti bergerak dan kau akan mati. Mustahil kau bisa hidup.”
“Kenyataannya aku memang mati.” Rukia melompat, memperpendek jarak dengan sang musuh. Namun As Nodt masih diam di tempatnya, menjaga setiap gerakan Rukia dengan mata seramnya. “Aku belajar membunuh tubuhku untuk sementara dengan mengendalikan reishi—”
“—Setiap molekul dalam tubuh ini berhenti bergerak. Rasa takut yang menyelimuti tubuhku tertahan di permukaan.”
“Itu...” Suara lelaki itu kini jelas terdengar gelisah. “...Mustahil”
Memanfaatkan keadaan musuh yang terguncang jiwanya. Dengan sekali Shunpo Rukia berhasil mencapai jarak dengan As Nodt. Tangannya mengayun, menebas bahu kiri lelaki itu. Sayang, As Nodt tak segesit yang dikira. Tubuhnya bahkan tak bergerak, menerima serang Rukia dengan percuma.
Namun, darah tak mengucur dari luka tebasan itu. Sama sekali tak ada cairan merah yang mengalir walau bahunya menganga karena tertebas.
“-18 derajat.” Gumam Rukia. “Di suhu ini, darah membeku dan tidak mengucur dari bekas luka.”
Walau tak ada darah, tak ada cairan. Rasa sakit masih terasa bagi Sang Sternritter F itu. Mulutnya meracau kesakitan. Mulut sombongnya kini terlihat seperti bualan tak berguna. Namun, tak ingin harga dirinya terinjak. As Nodt melangkahkan kakinya, mencoba menyerang Rukia.
Sebuah guncangan dari bawah terjadi. Menghentikan langkah As Nodt.
“-50 derajat.” Ucap Rukia kembali. “Air di dalam tanah yang kupijak membeku, menyebabkan "gempa es".”
As Nodt semakin geram. Matanya semakin membelalak seakan ingin melompat dari rongganya, pupilnya menyipit, menatap jijik sang musuh. Kakinya langsung dia hentakkan, cukup keras, meluncur tepat ke arah Rukia.
“-273,15 derajat, Nol absolut.” Suhu di sekitar tubuh Rukia mendadak turun secara drastis. Tangannya sekakin erat menggenggam zanpakutounya. Melompat ke arah As Nodt, beradu keberuntungan dengan sang Quincy. Tidak, dia sudah tahu kalau dirinya akan menang. Tak ada kata keberuntungan baginya. Dia menang Mutlak. “Biar kupercepat. Di suhu ini, aku cuma bisa bergerak selama 4 detik.”
Tak terlihat terjadi dentingan pedang, tak terdengar suara pedang yang teradu. Rukia langsung melewati sosok menyeramkan itu. Namun, keadaan As Nodt perlahan berubah. Tubuhnya perlahan memutih. Es-es tipis semakin mneyebar menutupi seluruh tubuhnya. Mulai dari tangannya, kakinya, tubuhnya, hingga kepalanya. Bahkan rambut hitamnya kini telah kaku karena membeku. Tubuhnya tak dapat bergerak, sama sekali tak bisa.
Pikiran As Nost semakin tenggelam dalam ketidak berdayaannya. Hitam… kelam… kesepian… Pikirannya semakin tenggelam…. Tenggelam dalam kegelapan yang tak mendasar.
“Rasa takut.” Pikirannya tersontak… ”Rasa takut?”
“Apakah ini rasa takut?”
........
Untuk yang mau lihat versi manga nya, silahkan klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar